Kamis, 21 Januari 2016

Reyog Ponorogo

Reyog merupakan seni tradisional asli Ponorogo yang telah menjadi salah satu seni kebanggaan nasional. Terbentuknya Reyog sebagai sebuah seni dilatarbelakangi sejarah menarik dengan nilai-nilai yang dapat dijadikan contoh untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

Terciptanya seni Reyog berawal dari sindiran halus oleh Demang Ki Ageng Kutu Suryongalam kepada Raja Majapahit Prabu Barawijaya V yang belum melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal ini digambarkan dengan barongan yang ditunggangi burung merak di atasnya. Burung merak ini melambangkan sang permasuri yang mempengaruhi dan mengendalikan Raja Brawijaya V dalam menjalankan roda pemerintahan.
Sementara pasukan perang (jathilan) dan warok digunakan Ki Ageng Suryongalam untuk memperkuat pertahanan dirinya.
Asal usul reyog tersebut memang terdengar sangat berbeda dari yang diyakini masyarakat selama ini. Masyarakat meyakini, Reyog Ponorogo dilatarbelakangi dengan cerita Prabu Klana Sewandana dari kerajaan Bantarangin yang mempersunting Dewi Songgolangit.

Mungkin masyarakat akan bertanya, manakah asal usul yang benar?

Cerita di atas memiliki sejarah tersendiri, sehingga tidak ada yang salah dari keduanya. Cerita kedua, cerita yang diyakini oleh masyarakat hingga saat ini merupakan cerita yang diciptakan Ki Ageng Mirah, pendamping setia Batoro Katong, sebagai upaya pelestarian seni dan media komunikasi langsung dengan masyarakat.

Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, semakin jarang diadakan pementasan seni Reyog karena Belanda atau Jepang mencurigai kegiatan perkumpulan masyarakat pribumi. Reyog kembali muncul pascaproklamasi 1945 namun sayangnya dijadikan alat politik bahkan juga digunakan untuk kepentingan PKI. Saat Reyog didominasi oleh PKI, muncul seni Gajah-Gajahan dan Unta-Untaan untuk menghambat kekuatan mereka. Kemudian, setelah PKI berhasil dibubarkan Reyog Ponorogo baru dibina dengan baik oleh pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar