Memasuki
abad XXI, negara-negara di dunia, termasuk Indonesia dihadapkan pada suatu
fenomena kemajuan zaman yang biasa disebut "globalisasi". Globalisasi adalah
masa ketika batas-batas antarnegara terasa menjadi semakin sempit, saat setiap orang dapat dengan mudah mendapatkan informasi terbaru
dan melihat apa yang sedang terjadi di belahan dunia lain tanpa harus
berkunjung ke negara-negara tersebut.
Globalisasi kerap dikaitkan dengan proses modernisasi.
Modernisasi merupakan suatu proses perubahan dari tatanan tradisional menuju
pada tipe sistem modern. Modernisasi dapat dikatakan sebagai suatu bentuk perubahan
sosial. Baik globalisasi maupun modernisasi menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti aspek ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, proses modernisasi mencangkup proses yang sangat luas dan terkadang tidak dapat ditentukan batasannya secara mutlak.
sosial. Baik globalisasi maupun modernisasi menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti aspek ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, proses modernisasi mencangkup proses yang sangat luas dan terkadang tidak dapat ditentukan batasannya secara mutlak.
Pengaruh globalisasi dan modernisasi di Indonesia sangat
jelas nampak jika dilihat dari sisi perubahan budaya yang terjadi. Modernisasi
yang dikumandangkan di berbagai belahan dunia tanpa disadari akan melahirkan
budaya baru yang memiliki pengaruh besar pada kehidupan. Selain manusia tidak
dapat dipisahkan dari budaya dan budaya tidak dapat dipisahkan dari manusia, terdapat
faktor lain yang mendorong
terjadinya globalisasi. Salah satunya adalah kecenderungan masyarakat untuk
terus-menerus mengakses informasi. Saat ini, semua orang
dapat dengan mudah mendapatkan
informasi dari berbagai media
komunikasi. Di Indonesia sendiri, masuknya budaya-budaya asing ke dalam negeri
tentu saja banyak dipengaruhi oleh sistem informasi dan telekomunikasi.
Dalam modernisasi, terdapat suatu proses yang disebut
dengan transformasi. Transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, yaitu
sebuah pemahaman baru bahwa dunia adalah satu (Kennedy dan Cohen dalam
Hardiyansyah, 2013). Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa
sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah
tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal
sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi.
Arus globalilasi yang melanda Indonesia telah menyebabkan
deteritorialisasi budaya. Deteritorialisasi
budaya disebut juga dengan globalisasi budaya. Saat ini kaum muda tengah
terjebak dalam arus kekinian dan kemodernan. Perilaku kaum muda telah banyak
mengadopsi budaya barat baik dalam hal pola hidup, pola makan dan minum, maupun
pola berpakaian yang mulai melunturkan nilai-nilai nasionalisme.
Perubahan masyarakat dalam hal gaya hidup dapat dilihat
dari pergeseran kebiasaan orang Indonesia yang biasa mengkonsumsi masakan lokal
mulai beralih pada makanan-makanan fastfood
yang didapatkan di restoran. Pizza,
humberger, spagetti, dan fried
chicken dianggap lebih fashionable
daripada makanan lokal. Pada hal selera seni, para pemuda saat ini lebih
menggemari seni-seni terapan. Suatu pengamatan yang dilakukan sebuah organisasi
sosial kepemudaan di Ponorogo menyatakan bahwa dari 40 siswa sekolah menengah
pertama di Ponorogo hanya sekitar 20 persen saja yang tertarik mempelajari
musik dan tari tradisional. Sisanya lebih memilih mendalami musik terapan dan
tari modern. Para siswa yang memilih musik terapan dan tari modern beranggapan
bahwa musik dan tari tradisional dirasa kuno, ribet, dan tidak praktis. Fakta
lain yang mudah kita temui seperti kurangnya minat generasi muda pada kegiatan
berbau nasionalisme dan patriotisme. Akhir-akhir ini gerakan pramuka kurang
diminati lagi kaum muda, pelajaran Pendidikan Pancasila dianggap kuno, dan
peringatan upacara kenegaraan dinilai sebagai ritual belaka. Kaum muda lebih
tertarik dengan budaya pop (pop culture) dan sibuk dengan hingar bingar
gemerlapnya gaya hidup bangsa barat.
Ironisnya adalah ketika globalisasi mulai merasuki sendi-sendi
kepribadian bangsa Indonesia. Dalam pandangan Anthony Giddens, globalisasi yang
telah merasuk ke seluruh negara di dunia ternyata membawa nilai-nilai budaya
barat seperti individualisme, liberalisme dan materialisme. Nilai
individualisme telah menggeser dan menggantikan nilai kolektivitas masyarakat
Indonesia. Pengutamaan “hak” daripada “kewajiban” dan kebebasan HAM yang
kebablasan sangat tidak sesuai dengan budaya nasional Indonesia. Budaya gotong
royong tanpa pamrih, tenggang rasa, dan kekeluargaan yang
ada di Indonesia pun sudah mulai
luntur. Penghormatan terhadap seseorang tidak lagi didasarkan pada baik
buruknya moralitas orang tersebut, melainkan didasarkan pada materi dan
kekayaan yang dimiliki. Nilai-nilai sopan santun dan norma susila telah
berganti menjadi serba harta, kekuasaan, dan kepentingan. Dalam
perkembangannya, globalisasi akan menumbuhkan semangat ”keglobalan” yang
tentunya akan membahayakan semangat nasional.
Peran media
merupakan aspek yang paling berpengaruh dalam terjadinya globalisasi dan
modernisasi. Di Indonesia sudah banyak ditemui
stasiun-stasiun televisi lokal maupun nasional. Sementara itu, melalui televisi
berlangganan masyarakat Indonesia bisa menikamati saluran televisi luar negeri.
Tentu saja baik televisi lokal maupun televisi nasional berlomba untuk
menyuguhkan tayangan up to date dari
dalam ataupun luar negeri. Media komunikasi lain seperti radio dan surat kabar
pun tidak kalah penting pengaruhnya pada proses globalisasi. Selanjutnya,
hampir semua orang di dunia ini mengenal internet dan jejaring sosial seperti facebook, twitter, blogger, instagram, path,
dan lain sebagainya. Melalui media-media tersebut budaya-budaya global bebas masuk mempengaruhi masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, masyarakat
khususnya generasi muda terkena dampak negatif setelah menelan secara
mentah-mentah tanpa adanya koreksi diri dari produk suatu tayangan media. Oleh
karena itu, di negara ini muncul berbagai tayangan televisi yang terkesan
hedonis tanpa mempertimbangkan dampak positif dan negatif bagi konsumennya.
Proses globalisasi dan segala dampak positif dan
negatifnya akan terus berlanjut menyerang siapa saja, tidak peduli anak-anak, remaja,
atau orang dewasa.. Demikian juga dengan peradaban dari luar akan selalu hadir
bersamaan dengan datangnya arus globalisasi. Kita tidak dapat mencegah datangnya kebudayaan luar di tengah-tengah kehidupan
kita. Oleh
karena itu, perlu adanya
pengkajian secara mendalam tentang baik dan buruknya kebudayaan tersebut. Kita
sangat perlu membangun tembok kokoh untuk melindungi diri dari masuknya
ideologi bangsa lain yang tidak pas dengan kepribadian Indonesia. Selain itu,
perlu juga kita memasang filter pada diri kita masing-masing untuk menyaring
pengaruh budaya luar ke dalam negara ini. Dengan filter yang telah terpasang
dalam diri kita diharapkan akan mampu meyeleksi budaya yang baik dan cocok
untuk diri kita dan budaya seperti apa yang harus kita tolak. Kemajuan
teknologi dari dunia barat lebih baik kita jadikan contoh untuk ditiru dan
dipelajari guna membanguan negeri ini dari segala macam disiplin ilmu.
Kita sebagai generasi penerus perlu menanamkan jiwa
Pancasila dalam diri kita. Pancasila yang diagung-agungkan sebagai ideologi
bangsa Indonesia jangan hanya berada sebatas angan-angan. Kemunculan semangat
Pancasila akan hadir dengan sendirinya selama nilai-nilai Pancasila dimaknai
secara mendalam dan menyerap dalam jiwa dan raga serta dilaksanakan secara
konsisten oleh setiap warga negara. Sejalan dengan hal itu, maka perlu adanya
upaya pembangunan jati diri bangsa pada setiap warga negara Indonesia. Karena
dengan memiliki jati diri bangsa berlandaskan Pancasila, kemandirian suatu
bangsa akan tercipta dengan sendirinya.
Daftar Pustaka
-
Kriyantono,
Rachmat. 2012. Etika dan Filsafat
Komunikasi. Malang: UB Press.
-
Giddens, Anthony. Jalan Ketiga. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama.
-
Soekanto,
Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: Rajawali Pers.
-
Menkominfo
Kritik Program TV Swasta Tidak Mendidik, (2014,
Januari 2). VOA. Diakses dari http://www.voaindonesia.com/content/menkominfo-kritik-program-tv-swasta-tidak-mendidik/1643907.html
-
Arif,
A. Z. I. Globalisasi dan Pertarungan
Nilai Budaya Antar Bangsa. diakses pada 6 Januari 2014, dari
-
Imanto,
Teguh. Krisis Budaya Nasional Indonesia Di Tengah Arus Globalisasi. Diakses pada 3 Januari 2014, dari http://www.esaunggul.ac.id/article/krisis-budaya-nasional-indonesia-di-tengah-arus-globalisasi-2/
-
Subagyo,
Agus. Wawasan Kebangsaan Di Era
Globalisasi. Diakses pada 3 Januari 2014, dari e-journal.kopertis4.or.id/file.php?file=karyailmiah&id=795
Tidak ada komentar:
Posting Komentar