Selasa, 27 Mei 2014

Globalisasi dan Modernisasi #(A)dasjur



Memasuki abad XXI, negara-negara di dunia, termasuk Indonesia dihadapkan pada suatu fenomena kemajuan zaman yang biasa disebut "globalisasi". Globalisasi adalah masa ketika batas-batas antarnegara terasa menjadi semakin sempit, saat setiap orang dapat dengan mudah mendapatkan informasi terbaru dan melihat apa yang sedang terjadi di belahan dunia lain tanpa harus berkunjung ke negara-negara tersebut.
Globalisasi kerap dikaitkan dengan proses modernisasi. Modernisasi merupakan suatu proses perubahan dari tatanan tradisional menuju pada tipe sistem modern. Modernisasi dapat dikatakan sebagai suatu bentuk perubahan
sosial. Baik globalisasi maupun modernisasi menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti aspek ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, proses modernisasi mencangkup proses yang sangat luas dan terkadang tidak dapat ditentukan batasannya secara mutlak.
Pengaruh globalisasi dan modernisasi di Indonesia sangat jelas nampak jika dilihat dari sisi perubahan budaya yang terjadi. Modernisasi yang dikumandangkan di berbagai belahan dunia tanpa disadari akan melahirkan budaya baru yang memiliki pengaruh besar pada kehidupan. Selain manusia tidak dapat dipisahkan dari budaya dan budaya tidak dapat dipisahkan dari manusia, terdapat faktor lain yang mendorong terjadinya globalisasi. Salah satunya adalah kecenderungan masyarakat untuk terus-menerus mengakses informasi. Saat ini, semua orang dapat dengan mudah mendapatkan informasi dari berbagai media komunikasi. Di Indonesia sendiri, masuknya budaya-budaya asing ke dalam negeri tentu saja banyak dipengaruhi oleh sistem informasi dan telekomunikasi.
Dalam modernisasi, terdapat suatu proses yang disebut dengan transformasi. Transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, yaitu sebuah pemahaman baru bahwa dunia adalah satu (Kennedy dan Cohen dalam Hardiyansyah, 2013). Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi.
Arus globalilasi yang melanda Indonesia telah menyebabkan deteritorialisasi budaya. Deteritorialisasi budaya disebut juga dengan globalisasi budaya. Saat ini kaum muda tengah terjebak dalam arus kekinian dan kemodernan. Perilaku kaum muda telah banyak mengadopsi budaya barat baik dalam hal pola hidup, pola makan dan minum, maupun pola berpakaian yang mulai melunturkan nilai-nilai nasionalisme.
Perubahan masyarakat dalam hal gaya hidup dapat dilihat dari pergeseran kebiasaan orang Indonesia yang biasa mengkonsumsi masakan lokal mulai beralih pada makanan-makanan fastfood yang didapatkan di restoran. Pizza, humberger, spagetti, dan fried chicken dianggap lebih fashionable daripada makanan lokal. Pada hal selera seni, para pemuda saat ini lebih menggemari seni-seni terapan. Suatu pengamatan yang dilakukan sebuah organisasi sosial kepemudaan di Ponorogo menyatakan bahwa dari 40 siswa sekolah menengah pertama di Ponorogo hanya sekitar 20 persen saja yang tertarik mempelajari musik dan tari tradisional. Sisanya lebih memilih mendalami musik terapan dan tari modern. Para siswa yang memilih musik terapan dan tari modern beranggapan bahwa musik dan tari tradisional dirasa kuno, ribet, dan tidak praktis. Fakta lain yang mudah kita temui seperti kurangnya minat generasi muda pada kegiatan berbau nasionalisme dan patriotisme. Akhir-akhir ini gerakan pramuka kurang diminati lagi kaum muda, pelajaran Pendidikan Pancasila dianggap kuno, dan peringatan upacara kenegaraan dinilai sebagai ritual belaka. Kaum muda lebih tertarik dengan budaya pop (pop culture) dan sibuk dengan hingar bingar gemerlapnya gaya hidup bangsa barat.
Ironisnya adalah ketika globalisasi mulai merasuki sendi-sendi kepribadian bangsa Indonesia. Dalam pandangan Anthony Giddens, globalisasi yang telah merasuk ke seluruh negara di dunia ternyata membawa nilai-nilai budaya barat seperti individualisme, liberalisme dan materialisme. Nilai individualisme telah menggeser dan menggantikan nilai kolektivitas masyarakat Indonesia. Pengutamaan “hak” daripada “kewajiban” dan kebebasan HAM yang kebablasan sangat tidak sesuai dengan budaya nasional Indonesia. Budaya gotong royong tanpa pamrih, tenggang rasa, dan kekeluargaan yang ada di Indonesia pun sudah mulai luntur. Penghormatan terhadap seseorang tidak lagi didasarkan pada baik buruknya moralitas orang tersebut, melainkan didasarkan pada materi dan kekayaan yang dimiliki. Nilai-nilai sopan santun dan norma susila telah berganti menjadi serba harta, kekuasaan, dan kepentingan. Dalam perkembangannya, globalisasi akan menumbuhkan semangat ”keglobalan” yang tentunya akan membahayakan semangat nasional.
Peran media merupakan aspek yang paling berpengaruh dalam terjadinya globalisasi dan modernisasi. Di Indonesia sudah banyak ditemui stasiun-stasiun televisi lokal maupun nasional. Sementara itu, melalui televisi berlangganan masyarakat Indonesia bisa menikamati saluran televisi luar negeri. Tentu saja baik televisi lokal maupun televisi nasional berlomba untuk menyuguhkan tayangan up to date dari dalam ataupun luar negeri. Media komunikasi lain seperti radio dan surat kabar pun tidak kalah penting pengaruhnya pada proses globalisasi. Selanjutnya, hampir semua orang di dunia ini mengenal internet dan jejaring sosial seperti facebook, twitter, blogger, instagram, path, dan lain sebagainya. Melalui media-media tersebut budaya-budaya global bebas masuk mempengaruhi masyarakat Indonesia. Dengan demikian, masyarakat khususnya generasi muda terkena dampak negatif setelah menelan secara mentah-mentah tanpa adanya koreksi diri dari produk suatu tayangan media. Oleh karena itu, di negara ini muncul berbagai tayangan televisi yang terkesan hedonis tanpa mempertimbangkan dampak positif dan negatif bagi konsumennya.
Proses globalisasi dan segala dampak positif dan negatifnya akan terus berlanjut menyerang siapa saja, tidak peduli anak-anak, remaja, atau orang dewasa.. Demikian juga dengan peradaban dari luar akan selalu hadir bersamaan dengan datangnya arus globalisasi. Kita tidak dapat mencegah datangnya kebudayaan luar di tengah-tengah kehidupan kita. Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian secara mendalam tentang baik dan buruknya kebudayaan tersebut. Kita sangat perlu membangun tembok kokoh untuk melindungi diri dari masuknya ideologi bangsa lain yang tidak pas dengan kepribadian Indonesia. Selain itu, perlu juga kita memasang filter pada diri kita masing-masing untuk menyaring pengaruh budaya luar ke dalam negara ini. Dengan filter yang telah terpasang dalam diri kita diharapkan akan mampu meyeleksi budaya yang baik dan cocok untuk diri kita dan budaya seperti apa yang harus kita tolak. Kemajuan teknologi dari dunia barat lebih baik kita jadikan contoh untuk ditiru dan dipelajari guna membanguan negeri ini dari segala macam disiplin ilmu.
Kita sebagai generasi penerus perlu menanamkan jiwa Pancasila dalam diri kita. Pancasila yang diagung-agungkan sebagai ideologi bangsa Indonesia jangan hanya berada sebatas angan-angan. Kemunculan semangat Pancasila akan hadir dengan sendirinya selama nilai-nilai Pancasila dimaknai secara mendalam dan menyerap dalam jiwa dan raga serta dilaksanakan secara konsisten oleh setiap warga negara. Sejalan dengan hal itu, maka perlu adanya upaya pembangunan jati diri bangsa pada setiap warga negara Indonesia. Karena dengan memiliki jati diri bangsa berlandaskan Pancasila, kemandirian suatu bangsa akan tercipta dengan sendirinya.
  
Daftar Pustaka
-          Kriyantono, Rachmat. 2012. Etika dan Filsafat Komunikasi. Malang: UB Press.
-          Giddens, Anthony. Jalan Ketiga. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
-          Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
-          Menkominfo Kritik Program TV Swasta Tidak Mendidik, (2014, Januari 2). VOA. Diakses dari http://www.voaindonesia.com/content/menkominfo-kritik-program-tv-swasta-tidak-mendidik/1643907.html

-          Arif, A. Z. I. Globalisasi dan Pertarungan Nilai Budaya Antar Bangsa. diakses pada 6 Januari 2014, dari
-          Imanto, Teguh. Krisis Budaya Nasional Indonesia Di Tengah Arus Globalisasi. Diakses pada 3 Januari 2014, dari http://www.esaunggul.ac.id/article/krisis-budaya-nasional-indonesia-di-tengah-arus-globalisasi-2/
-          Subagyo, Agus. Wawasan Kebangsaan Di Era Globalisasi. Diakses pada 3 Januari 2014, dari e-journal.kopertis4.or.id/file.php?file=karyailmiah&id=795

Tidak ada komentar:

Posting Komentar